Lebih Sakit Hati Mas yang Tidak Mampu Melindungimu

"Tuhan yang Maha Rahman,
ketika air mata menjadi gombal, dan kata-kata menjadi lumpur becek,
Aku menoleh ke utara dan ke selatan,
di manakah Kamu?"
-WS Rendra-

Kuhempaskan tubuh ini, malas sekali rasanya untuk mengganti bajuku yang penuh kringat. Aku benar-benar kecewa, sakit sekali Aku dibuatnya. Sangat menusuk jantung hati. Mereka tidak tahu diri, sama sekali tidak beretika, tidak bermoral dan kampungan sekali. Pencitraan yang norak! Kehidupan keluarga ini sungguh berbau sampah.

Aku selalu berpikir, mengapa segala hal yang aku cintai seakan hancur begitu saja. Dahulu aku memiliki seekor kucing anggora berwarna putih yang kudapatkan dari sahabat semasa SMP. Sayangnya tidak sampai sebulan kucing itu mati tertabrak motor tetangga sebelah. Semua mainan-mainan semasa kecil yang aku senangi, harus hangus dibakar oleh tangan Ibu Bahkan rambut yang aku rawatpun harus berakhir ditangan Ibuku.
Sad Girl, Sumber: Technewshitz
Ibu selalu mengekangku, membatasi segala aktivitas dan teman-temanku.
“Bu, terserah Ibu jika ibu ingin mengurungku seperti hewan di rumah ini. Tapi satu hal Bu, Aku mohon Ibu jangan ambil sesuatu yang aku sayangi, jikalau hal yang membuat aku tersenyum saja selalu Ibu renggut, bagaimana bisa aku bahagia?”

Ibu hanya memandangiku sesaat lalu pergi begitu saja tanpa sepatah kata.
“Sabar Dek” tiba-tiba kakakku memegang pundakku dari belakang.
“Aku benar-benar benci dengan semua ini mas” Kemudian Kakak mengusap air mataku.
“Ibu itu sebenarnya sayang...”
“Begitukah yang disebut sayang?” Aku langsung menyala.
“Aku sering lihat bagai mana ibu dari teman-temanku memperlakukan anak-anaknya, dan hal itu membuatku merasa sangat iri Mas. Aku nggak ngerti kenapa Ibu kita tidak seeperti Ibu yang lain, padahal yang aku minta cuma ibu mengerti kita, menyayangi kita layaknya Ibu pada umumnya yang penuh kasih itu!”

Apa yang orang bilang tentang Ibu yang tidak menginginkan anaknya menjadi penjahat seperti Orang Tuanya, tetapi Ibuku berbeda, justeru Ia menginginkan anak-anaknya menjadi penjahat. Siapapun orangg waras yang mengetahui hal semacam ini pasti membencinya, dan Aku pun sangat membenci, jika Aku harus menjadi seperti yang Ibu kehendaki. Terasa hina bagiku.

“Dek, Mas mu ini tahu bagaimana rasanya”
“Hanya sebatas tahu saja. Dia itu manusia yang tidak bermoral mas”
“Ingat Dek, meskipun begitu. Dia itu tetap Ibu kita, orang yang bersusah payah melahirkan kita, tanpa adanya Dia, kita juga tidak ada”
“Aku malah bersyukur mas, jika kita nggak lahir kedunia ini!”

Pernah beberapa kali Ibu membentakku dengan sebutan anak setan. Aku anak setan, cihh. Kalau Aku ini anak setan, berarti Ibu itulah biyangnya setan. Katanya berpendidikan tinggi, lulusan S1, tapi isi kepalanya keluar dengan bahasa yang sama sekali tidak pantas. Sedang Aku, Aku hanya anak bodoh, dan selalu salah.

Anak durhaka adalah sebutan pamungkas dari para orang tua, begitu juga Ibuku. Seringkali Ia menghinaku dengan sebutan itu. Kekesalanku aku keluarkan dengan bahasa yang mungkin juga menghina sastra Indonesia, yang melarang menggunakan kata Ibu durhaka. Maka aku menggantinya dengan sebutan Ibu yang terkutuk dan terlaknat. Setiap Anak memiliki hak untuk membela harga dirinya, dan Ibu yang terlaknat dilarang untuk menghina anaknya dengan sebutan Anak durhaka.

Lengkap sudah penderitaan yang Aku alami ini, orang yang kusayang tak punya, uang tak ada, hanya hinaan dan caci-maki yang selalu menghampiri dan menemani dalam hati sanubariku. Luka merah yang membentang dilenganku, luka bekas sundutan rokok di kakiku juga teman setia yang selalu menemani. Luka-luka ini kudapatkan ketika Aku menolak diberi uang oleh Ibu, meski jumlahnya sangat menggiurkan. Tapi tetap saja Aku tidak akan pernah sudi memakan uang haram.

“Jika Tuhan mau mengabulkan doaku sekarang ini Mas, Aku mau agar waktu diputar kembali dimasa Aku belum dilahirkan, dan Aku tidak ingin dilahirkan”

Tuhan!? Dalam hatiku, Aku seperti teringat lagi dengan kata Tuhan. Dahulu Aku adalah orang yang taat beribadah, selalu memohon kepada Tuhan, karena Aku sangat memercayainya. Hingga Aku seakan merasa sangat dekat dengan Tuhan. Tetapi kemudian Aku membenci Tuhan, sebab setiap doa-doa yang aku munajatkan tidak pernah Ia Ijabah, sedang Ia mendengar doa-doaku. Tuhan memilih diam. Akhirnya, mulai saat itu, Aku membenci memohon kepada Tuhan.
Audrey Hepburn Quiet Sadness - Olga Shvartsur, Sumber: Technewshits
Aku ingat, dulu Aku pernah berdoa agar Tuhan memulangkan Ayah. Tapi nyatanya, hingga detik ini Ayah tidak muncul, bahkan kabarnya saja Aku tidak mengetahui. Aku selalu menunggu kabar Ayah dari siapa saja, sekalipun kabar itu bohong, Aku akan senang mendengarnya, namun Tuhan tetap memilih diam. Ibu juga sering aku doakan, agar Ibu menjadi Ibu yang baik dan penyayang terhadap anak-anaknya, tetapi nyatanya Tuhan kembali memilih diam, dan kelakuan Ibu semakin hari semakin buruk saja. Aku selalu mendoakan Kakakku, agar Mas tidak babak belur lagi ketika pulang ke rumah, tetapi malah Mas pulang dengan keadaan yang lebih menyedihkan hatiku. Pernah juga suatu ketika, saat kemarahanku benar-benar memuncak dan aku tidak mampu melawan, maka Aku mendoakan Ibu agar cepat mati saja, dan sampai sekarang Ibu selalu segar dan sehat-sehat saja.

Hal-hal yang selalu Aku munajatkan kepada Tuhan, selalu datang dengan kebalikannya, Semua yang Ku harapkan malah selalu datang kebalikannya. Tuhan ini sedang mengujiku atau sedang membunuhku pelan-pelan?

“Adek pasti sangat lelah?” Kakak memecah lamunanku.
“Lelah sekali Mas. Aku ingin pergi sekarang juga Mas”

Kebanyakan orang menyebut Ibuku adalah seorang mucikari, atau germo. Jikalau cerita kehidupanku ini seperti jalan cerita sinetron, yang menceritakan kehidupan seorang Ibu yang menjadi pelacur demi membahagiakan anak-anaknya, maka dengan tegas Aku dapat mengatakan Aku bangga kepada Ibuku.

Cerita sinetron memang selalu manis, tapi tidak dengan kisahku ini. Tadi malam, manusia yang menyebut dirinya Ibu, dengan bangga memamerkan kecantikanku dan menjual keperawananku dengan imbalan berkoper-koper uang. Lagi-lagi, sesuatu yang sangat Aku lindungi dan sayangi, keperawananku. Direnggut dengan mudahnya oleh pria yang membeliku melalui Ibu.

“Mari kita pergi Dek, kalau kita masih di sini, polisi pasti akan datang dan membawa mas ke penjara” Kakakku kembali memecah lamunanku.
“Penjara?! Mas salah apa?”
“Lelaki itu sudah mati ditangan mas”

Ya, Aku baru sadar. Wajah Mas tidak lebam seperti biasanya, kali ini selain lebam, banyak cipratan darah yang memenuhi bajunya, dan juga ada sobekan-sobekan pada bajunya. Juga jika diperhatikan lebih seksama, luka pada wajah mas agak sedikit parah dari biasanya.

Aku bergumam dalam hatiku, "terlambat, Adikmu ini sudah diperkosa dengan biadab dihadapan Ibu. Semuanya sudah terjadi, sebagai wanita Aku sudah hancur".
Foto: drawinglics
Ku usap wajah Mas yang lebam-lebam dengan lap hangat. Ini benar-benar menyakitkan. Namun Mas pura-pura memberikan senyuman.

“Pasti sakit kan Mas?”
“Lebih sakit hati Mas yang tidak mampu melindungimu”


Sumber:




Subscribe untuk mendapatkan update terbaru dari kami:

0 Response to "Lebih Sakit Hati Mas yang Tidak Mampu Melindungimu"

Posting Komentar