Al-Kindi – Alkindus

Al-Kindi, Latin: Alkindus, memiliki nama lengkap Abu Yusuf Ya’kub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail al-Ash’ats ibn Qais al-Kindi. Lahir tahun 801 M di Kufah, sekarang Iraq. Pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dari dinasti Abbas (750-1258 M).[1] Nama “al-Kindi” dinisbatkan kepada marga atau suku leluhurnya, salah satu suku yang besar zaman pra-Islam. Menurut Faud Ahwani, al-Kindi lahir dari keluarga bangsawan, terpelajar dan kaya. Ismail al-Ash`ats ibn Qais, buyutnya, telah memeluk Islam pada masa Nabi dan menjadi sahabat Rasul. Mereka kemudian pindah ke Kufah. Di Kufah sendiri, ayah al-Kindi, Ishaq ibn Shabbah, menjabat sebagai Gubernur, pada masa khalifah al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (785-876 M) dan Harun al-Rasyid (786-909 M), masa kekuasaan Bani Abbas (750-1258 M).[2] 
Sumber: yogaesoteric
Al-kindi dipandang sebagai filsuf Muslim yang pertama. Dari segi etnis, al-Kindi merupakan keluarga yang memiliki garis darah Arab dari suku Kindah. Banyak karya dalam pelbagai disiplin ilmu, diantaranya adalah logika, etika, metafisika, psikologi, ilmu pengobatan, matematika, astrologi, farmakologi, dan meteorologi.

Ia sangat menghargai ilmu matematika. Karena baginya, matematika adalah mukadimah bagi siapa saja yang ingin mempalajari filsafat. Matematika dalam hal ini meliputi tentang geometri, bilangan, astronomi, dan harmoni. Namun yang paling utama dalam cakupannya di sini adalah aritmetika atau dapat disebut sebagai ilmu bilangan. Sebab, apabila tidak ada bilangan, maka segala sesuatu menjadi tidak ada.
Sumber: yogaesoteric
Al-Kindi memulai pendidikannya di Kufah, Ia mendapatkan pelajaran yang umum pada saat itu, seperti pelajaran mengenai al-Qur’an, fiqih, teologi, ilmu hitung, tata bahasa Arab, dan kesusasteraan. Perlu digaris bawahi, kota Kufah pada waktu itu adalah pusat keilmuan dan kebudayaan Islam. Selain Basrah. Kondisi seperti inilah yang kemudian menggiring al-Kindi lebih memilih dan mendalami filsafat dan sains dimasa-masa selanjutnya.

Lalu kemudian ia berpindah ke Baghdad, yang merupakan ibu kota pemerintahan Bani Abbas. Di sini al-Kindi memberikan perhatian lebih dalam mengkaji dan menterjemahkan filsafat dan pemikiran-pemikiran rasional yang hits pada masa itu. Menurut  al-Qifthi (1171-1248 M), al-Kindi banyak menterjemahkan buku filsafat, menjelaskan hal-hal yang pelik dan meringkaskan secara canggih teori-teorinya.[3] Bahasa induk filsafat pada masa itu adalah bahasa Yunani dan Syiria, al-Kindi menguasai bahasa tersebut secara baik. Oleh karenanya selain mampu menterjemahkan dan meringkasnya, ia juga mampu memperbaiki hasil-hasil terjemahan orang lain, seperti hasil terjemahan milik Ibn Na`ima al-Himsi, seorang penterjemah Kristen, atas buku Enneads karya Plotinus (204-270 M); buku Enneads inilah yang dikalangan pemikir Arab kemudian disalah pahami sebagai buku Theologi karya Aristoteles (348-322 SM).[4]

Menurut al-Kindi, sesungguhnya fungsi dari filsafat bukanlah menggugat kebenaran wahyu, ataupun untuk menuntut keunggulan-keunggulan yang dengan lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat mestinya tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi untuk menuju kebenaran, atau dengan cara merendahkan dirinya sendiri sebagai penunjang terhadap wahyu.[5]

Filsafat sebagai pengetahuan mengenai segala hal sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Dengan tegas al-Kindi menyatakan bahwasannya filsafat memiliki keterbatasan sebab ada hal diluar jangkauan akal manusia,  semisal seperti surga, neraka, mukjizat, dan kehidupan di akhirat. Atas dasar inilah al-Kindi mempertahankan mengenai penciptaan dunia ex-nihillo, kelahiran, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kehancuran dunia oleh Tuhan.

Bebagai karya filsafat Dia kumpulkan secara ensiklopedis, dan kemudian dirampungkan se-abad setelahnya oleh Ibnu Sina.
Sumber: yogaesoteric
Karena reputasinya yang melejit dalam bidang filsafat dan keilmuan, maka tidak heran jika al-Kindi lalu berteman baik dengan khalifah dari bani Abbas, al-Makmun yang sangat menggandrungi pemikiran-pemikiran rasional dan filsafat. Selanjutnya al-Kindi diangkat menjadi guru istana dan penasehat dimasa khalifah al-Muktashim (833-842 M) dan al-Watsiq (842-847 M). Posisi serta jabatan tersebut bahkan masih tetap didudukinya pada masa awal kekuasaan khalifah al-Mutawakkil (847-861 M), sebelum kemudian akhirnya ia dipecat karena hasutan orang-orang tertentu yang tidak suka dan iri atas prestasi-prestasi akademik yang dicapainya.[6]

Al-Kindi. Sumber: ruspravda
Al-Kindi dapat pula disebut sebagai tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai macam aksi kejam dan penyiksaan yang dicanangkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap sebagai bid’ah. Kendati demikian, al-Kindi dapat membebaskan dirinya dari upaya-upaya keji tersebut.

Pada tahun 873, al-Kindi meninggal dalam kesendirian dan kesunyian, dan hanya ditemani oleh beberapa orang terdekatnya saja. Seperti inilah umumnya ciri khas kematian orang-orang besar yang tidak lagi disukai oleh kekuasaan.[7]

Setidaknya ada 270 karya tulis yang ditinggalkan oleh al-Kindi yang teridentifikasi, dan diklasifikasikan menjadi 17 kelompok disiplin ilmu seperti, logika, filsafat, politik, logam dan kimia, ilmu hitung, geometri, astronomi, globular, musik, medis, sperikal, astrologi, dialektika, psikologi, meteorologi, besaran, dan ramalan. Hal ini menunjukkan bagaimana luasnya pengetahuan dan wawasan al-Kindi. Seorang tokoh matematika asal italia, menilai al-Kindi sebagai salah satu dari 12 pemikir besar dunia yang dikenal di Eropa saat itu.[8]




[1] Fuad el-Ahwani, Al-Kindi, dalam MM. Syarif, Para Filosof Muslim, terj. A. Muslim, Bandung,      Mizan, 1996, hlm 11
[2] Ibid
[3] Ibid, hlm 12
[4] Ibid, hlm 6
[5] Id.wikipedia, al-Kindi, diakses pada tanggal 11 Maret 2018
[6] Fuad Ahwani, Para Filosof Muslim, hlm 12
[7] Atiyeh, Al-Kindi, hlm 9
[8] Fuad Ahwani, Al-Kindi, hlm10


Subscribe untuk mendapatkan update terbaru dari kami:

0 Response to "Al-Kindi – Alkindus"

Posting Komentar