Civil Society dan Otonomi Daerah (Bag 2) - Berbagai Bentuk Pemerintahan yang Dianut Indonesia

Secara konseptual, sebagaimana dipaparkan pada bagian ke-1, konsep civil society biasanya ditempatkan dalam kaitan pembahasan tentang peran negara, karena posisinya yang seringkali ditempatkan secara berhadapan dengan negara. Oleh karena itu,  untuk memahami civil society secara empirik perlu dipahami terlebih dahulu bentuk sistem pemerintahannya. Dalam kerangka pemikiran semacam ini, untuk memahami civil society di Indonesia perlu melatakkan pada konteks bentuk pemerintahan yang dianut negara Indonesia. 
No caption, Sumber: Busurnews
Pemerintahan Orde Baru memiliki beberapa ciri. Pertama, Model Birokrasi Otoriter (Bureaucratic authoritarian rezime). Model ini pada awalnya digunakan untuk menjelaskan fenomena politik di beberapa negara Amerika Latin.[1] Menurut model ini legitimasi pemerintahan didasarkan pada kombinasi berbagai sumber kekuasaan seperti ekonomi, militer dan budaya. Oleh karena itu pada masa Orde Baru birokrasi berkembang menjadi sebuah kekuatan yang besar dan berhasil mengontrol masyarakat. Kedua adalah rezim birokrasi militer (bureaucratic military rezime). Birokrasi didominasi oleh kelompok militer yang bertindak secara komando. Oleh karena itu, birokrasi miskin dengan nilai-nilai partisipasi di  mana setiap keputusan ditentukan berdasarkan kepentingan para pejabat birokrasi (top down).  Birokrasi negara tidak lagi berfungsi sebagai instrumen yang memudahkan praktek pelayanan publik, melainkan telah bergeser  menjadi salah satu kekuatan untuk mempertahankan kekuasaan.

Ketiga, pemerintahan Orde Baru berhasil mewarnai negara menjadi negara organik-korporatis.[2]  Sistem ini membagi masyarakat ke dalam golongan-golongan fungsional: birokrasi militer, birokrasi sipil, golongan karya, partai politik, organisasi fungsional seperti buruh dan tani, organisasi massa dan organisasi profesional. Pada umumnya, golongan-golongan tersebut dipimpin oleh kalangan militer yang secara teknis dominan, sehingga mudah untuk dikontrol oleh negara. Keempat, pada masa akhir Orde Baru mulai timbul corak birokrasi patrimonial. Ciri birokrasi ini adalah manajemen birokrasi dikendalikan oleh kepentingan keluarga pejabat yang pada umumnya bergerak di bidang bisnis. Dari sinilah muncul gejala nepotisme yang berpusat pada elit politik di sekitar keluarga presiden.[3]

Ditegakkannya struktur kekuasaan yang represif oleh Pemerintah Orde Baru ternyata berhasil menjaga stabilitas politik, sehingga pembangunan ekonomi berjalan dengan lancar. Bentuk kekuasaan yang  hegemonik dan dominatif ini mampu untuk sementara meredam gejolak sosial yang muncul di tingkat masyarakat, terutama masyarakat lokal yang merasakan hubungan yang tidak adil antara Pusat dan daerah. Semangat  penyelenggaraan kekuasaan yang sentralistik serta ditopang  oleh kehadiran struktur otoritarian (dalam sistem militer teritorial) sampai pada tingkatan terendah, menguatkan sebuah format politik lokal yang lebih berorientasi ke Pemerintah Pusat (Jakarta) daripada tergantung pada konfigurasi politik lokal.



Bersambung..
Baca juga:




[1] Guillermo O’Donnel,  Transisi Menuju Demokrasi”  Jilid 1 – 4. LP3ES: Jakarta 1979.
[2] Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani: Demokrasi, Kemajuan dan Keadilan. Makalah dalam Seminar “ Strategi penguatan Civil Society di Indonesia, 23-25 Oktober 1998. di Bogor
[3] Ibid.


Subscribe untuk mendapatkan update terbaru dari kami:

0 Response to "Civil Society dan Otonomi Daerah (Bag 2) - Berbagai Bentuk Pemerintahan yang Dianut Indonesia"

Posting Komentar